PARIWARA



Tampilkan postingan dengan label marginalisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label marginalisasi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 04 Februari 2011

Kebijakan Pembangunan Agribisnis Padi

Konteks kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah (Simatupang dan Rusastra, 2004): 1) krisis ekonomi, 2) kemiskinan dan kerawanan pangan, 3) keterbatasan kebijakan fiskal dan moneter, 4) liberalisasi perdagangan, 5) integrasi pasar, 6) ketimpangan distribusi pembangunan dan marginalisasi pasar, 7) pelaksanaan desentralisasi pembangunan, dan 8) perubahan polaiklim El Nino dan La Nina.

Beberapa tantangan dan hambatan internal yang perlu dipertimbangkan adalah: 1) kecenderungan penurunan daya saing yang ditunjukkan oleh penurunan total faktor produksi dan profitabilitas usaha tani padi, 2) marginalisasi kemampuan usaha tani akibat perpaduan dari marginalisasi luas pemilikan lahan, penurunan laju pertumbuhan produktivitas, dan penurunan profitabilitas, 3) penurunan laju pertumbuhan produksi akibat perlambatan laju pertumbuhan luas panen dan produktivitas usaha tani padi, 4) peningkatan variabilitas produksi sebagai akibat makin rentannya usaha tani padi terhadap perubahan iklim dengan tingkat ancaman yang makin meningkat dan tidak menentu, dan 5) hambatan internal dalam bentuk kendala sumber daya lahan dan air, teknologi, modal, dan sarana produksi.

Berdasarkan konteks kebijakan dan tantangan serta hambatan internal tersebut, reorientasi tujuan kebijakan pengembangan agribisnis (padi) hendaknya diarahkan untuk: 1) meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan petani, 2) memantapkan ketahanan pangan nasional, dan 3) mendinamisasi perekonomian desa. Reorientasi tujuan ini berbeda dengan paradigma lama yang hanya difokuskan pada pemantapan ketahanan pangan nasional, tetapi kurang memperhatikan ketahanan pangan rumah tangga dan pendapatan keluarga tani.

Sumber : Tahlim Sudaryanto dan I Wayan Rusastra, 2006. Kebijakan Strategis Usaha Pertanian dalam Rangka Peningkatan Produksi dan Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Litbang Pertanian, 25 (4), 2006

Sabtu, 09 Januari 2010

PEMBERDAYAAN EKONOMI KERAKYATAN


Sebelum sampai pada menemukan jalan keluar yang relevan, diperlukan refleksi yang secara mendasar dan menyeluruh mengenai fenomena makro ekonomi yang membuat semakin terpuruknya dan termarginalisasinya kegiatan-kegiatan ekonomi yang secara ekonomi, sosial dan geografis jauh dari pusat-pusat pertumbuhan. Alternatif berpikir yang dikedepankan antara lain komunitas ekonomi rakyat sebagai salah satu sel penyusun tubuh ekonomi negara, dan merupakan sumber kekuatan bagi perekonomian nasional secara keseluruhan.

Untuk itu pemberdayaan ekonomi rakyat perlu memperoleh prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional, sehingga ekonomi rakyat (pengusaha kecil, menengah dan koperasi) dapat menjadi pelaku utama dalam perekonomian nasional, terutama dengan pengalaman masa krisis yang melanda perekonomian dewasa ini.

Berdasarkan perspektif tersebut, titik berat berat pemberdayaan ekonomi kerakyatan akan terletak pada upaya mempercepat pembangunan pedesaan sebagai tempat bermukim dan berusaha sebagian besar subyek dan obyek pembangunan bangsa ini, dimana mereka berusaha sebagai petani dan nelayan yang berpolakan subsistence level. Pada bagian lain pemberdayaan ekonomi rakyat yang dilakukan harus mampu mengatasi dan mengurangi kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pengusaha kecil, menengah, dan koperasi pada sektor industri pengolahan serta pedagang kecil (K5) di sektor perdagangan dan jasa. Keterbatasan dan hambatan-hambatan tersebut antara lain keterbatasan sumberdaya manusia (norma dan organisasi), keterbatasan akses modal dan sumber-sumber pembiayaan aktivitas ekonominya sehari-hari.

Dengan demikian, perlu dikembangkan kemampuan profesionalisme pelaku usaha pada tiga sektor usaha kecil tersebut secara berkesinambungan, agar mampu mengelola dan mengembangkan usahanya secara berdaya guna dan berhasil guna, sehingga dapat mewujudkan peran utamanya dalam segala bidang yang mendukung pengembangan ekonomi kerakyatan. Hal ini memungkinkan melalui upaya perbaikan & pengembangan dalam pendidikan kewirausahaan & manajemen usaha serta penataan sistem pendidikan nasional merupakan kunci utama peningkatan kualitas SDM pelaku usaha ekonomi kerakyatan pada masa mendatang, tanpa mengulangi kesalahan & pengalaman ’pahit’ pada masa lalu.

Pada sisi yang lain, diperlukan peningkatan produktivitas dan penguasaan pasar agar mampu menguasai, mengelola dan mengembangkan pasar dalam negeri. Peningkatan produktivitas dan kemampuan penguasaan pasar ini bukan hanya melalui penyediaan sarana dan prasarana usaha yang menunjang kegiatan produksi dan pemasaran. Lebih jauh dari itu, diperlukan pengembangan secara kelembagaan melalui program kemitraan usaha yang saling menguntungkan, sehingga secara kelembagaan institusi para pelaku usaha kecil, dan menengah tersebut, memiliki kemampuan dan daya saing pasar, terutama untuk mengisi pasar dalam negeri.

Di samping itu, upaya mendorong pembentukan kelembagaan swadaya ekonomi rakyat seperti kelompok pra-koperasi dan koperasi menjadi wahana meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing pelaku usaha kecil, yang bukan hanya tinggal di pedesaan, tetapi juga tersebar dan termarginalisasi dalam gemerlapnya kehidupan perkotaan.

Dengan terbangunnya kemampuan kelembagaan ekonomi kerakyatan ini, diharapkan memiliki kemampuan dan kepercayaan dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan yang hendaknya dapat dikreasikan melalui sumberdaya pembiayaan sektor pemerintah, swasta dan swadaya masyarakat, bahkan sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri. Karenanya, diperlukan upaya secara selektif dan transparan serta sistematis pada pengembangan sistem keuangan koperasi (atau pelaku ekonomi kerakyatan lainnya) yang terintegrasi dengan sistem perbankan dan/atau lembaga-lembaga keuangan ekonomi modern lainnya, baik pada sektor pemerintah, swasta atau bahkan luar negeri.

KLIK IKLAN BERHADIAH DOLLAR