Menurut Saragih dan Sipayung (2000), keunggulan komparatif dapat ditransformasi menjadi keunggulan kompetitif melalui langkah-langkah berikut.
Tahap pertama, pembangunan agribisnis adalah pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh factor driven, yaitu sumber daya alam dan tenaga kerja kurang terdidik (natural resources and unskill labor base). Hal ini berarti sumber pertumbuhan output sistem agribisnis secara keseluruhan didominasi oleh pemanfaatan sumber daya alam dan tenaga kerja kurang terdidik dan tahapan ini sering disebut ekstensifikasi. Pada tahapan factor driven ini, kegiatan sub sistem hulu dan hilir belum berkembang secara optimal dan kondisi agribisnis berada pada sub sistem on-farm/budidaya yang didominasi oleh komoditas primer tanpa pengolahan. Konsekuensi dari keadaan ini adalah lebih terbatasnya pasar produk, sehingga keunggulan bersaing relatif rendah. Fakta ini menjadi terlihat sangat jelas, dari ketidakmampuan produk lokal untuk memenuhi permintaan pasar regional Asean maupun pasar Timur Tengah yang sampai saat ini masih tetap terbuka lebar. Sistem agribisnis yang bertumpu sepenuhnya pada sumber daya lokal, tidak dapat diandalkan secara terus menerus, karena rendahnya nilai tambah yang dihasilkan, sehingga tidak mampu bersaing dalam pasar yang kompetitif.
Tahap kedua, pembangunan sistem agribisnis digerakkan oleh capital driven, yaitu penggunaan input capital dan tenaga kerja lebih terdidik (capital and skill labor based). Tahap ini ditandai dengan berkembangnya sub sistem agribisnis hulu dan hilir, sehingga penggunaan barang modal pada sub sistem on-farm cukup besar.Pada tahapan capital driven, industri hulu yang diperlukan adalah: usaha pembibitan, pabrik pakan ternak, pabrik obat-vaksin-vitamin-hormon dan peralatan serta perlengkapan kandang. Pada industri hilir telah tumbuh industri yang memproduksi berbagai produk yang berasal dari daging, kulit, dan bulu domba serta pemasarannya, baik di dalam negeri maupun ekspor ke luar negeri. Jika industri hulu dan hilir komoditas domba telah berkembang dengan pesat, maka berarti pada tahapan ini telah terjadi peningkatan keunggulan bersaing.
Tahap ketiga, untuk mencapai keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) pengembangan peternakan domba harus digerakkan oleh inovasi (innovation driven) dengan sumbe daya manusia yang terdidik (knowledge and skill labor base). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber keunggulan bersaing di era pasar bebas terletak pada penguasaan teknologi oleh sumber daya manusia yang unggul dan terdidik. Jika tahapan ini dapat dicapai maka produk-produk yang berasal dari domba hasil peternakan rakyat akan punya daya saing yang tinggi. Innovation driven pada peternakan domba dapat diimplementasikan dalam tiga bidang, yaitu: breeding, feeding dan management.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar